Testing

THE ORIGIN OF BALANCED SCORECARD

November 15, 2017 - Indra Jaya

Pada tahun 1990, The Nolan Institute (tim riset KPMG) memberikan sponsor untuk satu tahun untuk mempelajari beberapa perusahaan dengan tema “Measuring Performance in the Organization of the Future”. Studi ini dimotivasikan oleh suatu kepercayaan bahwa pengukuran kinerja pada saat itu yang utamanya bergantung kepada perhitungan-perhitungan financial accounting akan usang. Para partisipan kajian ini mempercayai bahwa ketergantungan terhadap pengukuran dengan menggunakan summary financial-performance (Laporan keuangan) akan menganggu kemampuan suatu organisasi untuk menciptakan economic value di masa yang akan datang. David Norton, CEO Nolan Norton, menjadi pimpinan studi dan Robert Kaplan bertindak sebagai konsultan dari sisi akademisi. Para perwakilan dari berbagai perusahaan (manufaktur, servis, industri berat dan high-tech) bertemu secara reguler dua kali sebulan sepanjang tahun 1990 untuk mengembangkan model pengukuran kinerja yang baru.

Pada awal proyek, mereka menguji studi kasus mengenai sistem pengukuran kinerja yang dianggap inovatif pada saat itu. Pertama, kasus pada perusahaan yang bernama Analog Devices. Perusahaan tersebut menggunakan pendekatan untuk mengukur tingkat kemajuan (rates of progress) pada aktivitas-aktivitas continuous improvement. Pada kasus ini ditunjukkan pula bahwa Analog menggunakan alat ukur yang bernama “Corporate Scorecard” yang menambahkan beberapa pengukuran tradisional, yaitu pengukuran secara finansial. Scorecard tersebut terdiri dari customer delivery times, quality and cycle times of manufacturing process dan effectiveness of new product developments. Selanjutnya vice president Analog Devices bagian quality improvement and productivity yang bernama Art Schneiderman membagi pengalaman perusahaannya. Berbagai jenis ide-ide lain dipresentasikan pada tahapan awal kajian tersebut, termasuk shareholder value, productivity and quality measurements dan compensation plans yang baru. Namun para partisipan tersebut selanjutnya berfokus pada scorecard yang multidimensi yang dianggap paling menjanjikan.

Group discussions tersebut berujung kepada pengembangan scorecard yang diberi label “Balanced Scorecard”, dibagi menjadi empat perspektif, yaitu keuangan, konsumen, internal dan innovation & learning. Name tersebut mengandung makna mengenai keseimbangan (balance) antara objektif jangka pendek dan jangka panjang, antara pengukuran keuangan dan non-keuangan, antara indikator lagging dan leading dan antara perspektif internal dan eksternal. Kemudian seluruh partisipan melakukan eksperimen di perusahaan masing-masing dengan bedasarkan Balanced Scorecard yang telah dirancang. Selanjutnya mereka melaporkan kembali kepada Study Group tersebut mengenai penerimaan (acceptances), hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap penggunaan Balanced Scorecard. Kesimpulan studi ini, pada Desember 1990, mendokumentasikan kelayakan dan keuntungan dari sistem pengukuran kinerja Balanced Scorecard.

Setelah terjadi beberapa perkembangan hingga tahun 1992, hasil studi mengatakan bahwa Balanced Scorecard bermanfaat lebih dari sekedar alat pengukur. Sistem ini dapat digunakan pula sebagai sarana komunikasi dan meluruskan organisasi kea rah strategi baru, yaitu: tidak lagi terlalu berfokus kepada penurunan biaya dan kompetisi low-price (gaya berbisnis di masa lalu), tetapi menuju kepada peningkatan peluang dengan cara memberikan produk-produk yang customized, value-added dan disertai pelayanan yang baik kepada pembeli. Pada saat itu, kebanyakan perusahaan mencoba untuk improvisasi atas proses-proses produksi barang/jasa yang ada. Hal ini terdiri dari usaha-usaha untuk menurunkan biaya, meningkatkan kualitas produk dan memendekkan waktu pelayanan. Namun dengan pendekatan Balanced Scorecard, usaha-usaha tersebut dinilai tidak benar-benar stratejik.

Pada pertengahan 1993, Norton diangkat menjadi CEO organisasi baru yang bernama Renaissance Solutions, Inc. (RSI). RSI merupakan perusahan konsultan dalam hal strategi. Organisasi ini menggunakan Balanced Scorecard sebagai alat untuk menolong perusahaan-perusahaan untuk menerjemahkan dan mengimplementasikan strategi. Selanjutnya, aliansi antara RSI dan Gemini Consulting membukakan peluang untuk mengintegrasikan Scorecard tersebut dengan program-program transformasi besar. Pengalaman ini semakin memperbaiki strategic linkages pada scorecard yang menunjukkan 20 sampai 25 pengukuran pada empat perspektif dan mampu mengkomunikasikan serta mengimplementasikan sebuah strategi. Dengan demikian, daripada memandang banyak pengukuran sebagai trade-off yang kompleks, strategic linkages mampu membuat pengukuran-pengukuran pada Balanced Scorecard terhubungkan sebab-akibat satu sama lain. Secara kolektif, hubungan-hubungan ini menunjukkan “lintasan-lintasan stratejik” (strategic trajectory), yaitu bagaimana investasi pada employee re-skilling, IT dan inovasi produk dan servis akan mempengaruhi performa keuangan di masa yang akan datang.

Pengalaman-pengalaman mengungkapkan bahwa menginovasikan para CEO yang menggunakan Balanced Scorecard tidak hanya untuk memperjelas dan mengkomunikasikan strategi, tetapi juga untuk mengelola strategi. Efeknya, Balanced Scorecard ini telah berevolusi dari “alat pengukuran manajemen yang mutakhir” menjadi “dasar sistem manajemen”. Perlu diketahui bahwa metode ini telah digunakan oleh diantaranya Metro Bank, National Insurance, Kenyon Stores dan Pioneer Petroleum sebagai dasar dari pengorganisasian proses-proses manajemen, yaitu individual and team goal setting, kompensasi, alokai sumber daya, budgeting and planning dan strategic feedback and learning.

Copyright KAP GPAA